Delegasi Brunei menyajikan kisah sukses menerapkan Sistem Merit dalam memicu prestasi siswa. Model ini terkenal di Amerika dengan menggunakan Time Token Ekonomi. Penyaji berikutnya mendeskripsikan kisah sukses mengembangkan kecepatan belajar siswa melalui penerpan Pendekatan Lampu Lalulintas . Model ini jelas dikembangkan dari ide inovatif yang didukung kebolehan mempresesntasikan keunggulan mengelola sekolah.
Delegasi dari Brunei Darussalam Hj Susilawati dan Hjh Sarifah menyajikan best practice tentang bagaimana mengintegrasikan dua pendekatan untuk membangun karakter siswa yang kompetitif melalui penerapan sistem merit dan pendekatan lampu lalulintas.
Sistem merit disajikan oleh Hj Susilawati yang mengangkat pengalaman sukses di sekolahnya, Secondary School-sekolah menengah Mengkalait, yang telah sukses mengembangkan karakter siswa melalui pemberian penghargaan yang dirancang secara bersistem dengan siklus tahunan.
Sementara Hj. Sarifah menyajikan pengalaman sukses melalui pendekatan lampu lalu lintas. Secara berkala di sekolahnya siswa dikelompokan dalam tiga kategori. Kelompok hijau adalah siswa yang secara faktual mencapai hasil belajar yang melebihi harapan. Kelompok kuning adalah siswa yang mendapatkan hasil belajar memenuhi batas minimal atau standar, dan kelompok merah meliputi sejumlah siswa yang mendapatkan hasil belajar kurang memuaskan alias belum memenuhi standar.
Penerapan keduanya memerlukan komitmen kepala sekolah dan guru secara berkelanjutan. Sekolah memantau perkembangan secara berkala. Dalam penerapan sistem merit sistem pemantauan focus pada perkembangan prilaku siswa yang memenuhi target yang diharapkan. Setiap perkembangan positif diberi penghargaan. Setiap penghargaan terhadap siswa dicatat dan dihitung dalam setiap waktu tertentu. Pada tiap bulan, penghargaan yang siswa peroleh dihitung. Siswa yang memperoleh penghargaan yang melebihi target diberi medali emas, yang masuk dalam kelompok di bawahnya diberi medali perak, dan selanjunya perunggu, sampai yang belum memperoleh medali.
Agar peluang mendapatkan medali terbuka untuk seluruh siswa, maka criteria keberhasilan yang diberikan variatif. Dimulai dari partisipasi siswa dalam bentuk kehadiran, berpakaian, kerja sama dengan teman, disiplin, sampai pada kegiatan akademik –nonakademik menjadi bahan pengamatan guru. Dengan cara ini setiap siswa mendapat pelung untuk memenuhi prilaku yang berpeluang mendapatkan penghargaan. Secara empiric menurut Hj Susilawati, teknik ini telah meningkatkan semangat siswa memperbaiki prilakunya berbagai aspek kehidupan sehingga dapat membentuk pribadi yang baik.
Sistem merit yang biasanya diterapkan dalam sistem pembinaan pegawai suatu lembaga, ia buktikan efektif untuk mengembangkan pribadi siswa. Model ini sebenarnya dapat diintegrasikan dengan metode yang populer di Amerika, yaitu time token ekonomi. Dalam pendekatan time token ekonomi, penghargaan diberikan kepada siswa tidak sekedar sertifikat, namun dapat diberikan dalam bentuk hadiah yang memiliki nilai ekonomi. Misalnya, setelah sekolah menentukan siswa yang mengumpulkan penghargaan terbanyak , ia mendapatkan bea siswa.
Dalam periode tertentu siswa mendapatkan hadiah dalam bentuk buku, alat tulis, seragam, atau bentuk penghargaan lain yang bernilai.
Sistem merit, menurut pengalaman H. Susilawati telah meningkatkan nilai kepedulian, kerja sama, tanggung jawab, perhatian, bahkan dukungan di antara pelajar sehingga semangat itu dapat ia manfaatkan untuk mendorong prestasi dalam bidang akademik dan nonakademik.
Menurut catatannya sistem merit telah meningkatkan pencapaian hasil belajar dalam banyak bidang dan sekaligus berdampak pada menguatnya nilai-nilai yang sekolah dambakan. Stragegi penerapan merit telah meningkatkan semangat siswa untuk medapatkan penghargaan yang terukur, semua siswa berpeluang untuk mendapatkan penghargaan atas setiap prilaku yang sekolah harapkan. Menurut pengalamannya, setiap siswa terbaik dapat meraih penghargaan hingga 450 jenis. Mereka yang mendapatkan yang terbanyak mendapat predikat “anugrah pelajar terbaik”
Hjh Sarifah Binti Hj Matsawali kepala sekolah dari Rimba Secondary School mengungkap pengalaman sukses yang berbeda dalam menerapkan sistem lampu lalu lintas.
Pengkategorian siswa hijau,kuning, dan merah berdasarkan pelung mereka untuk memperoleh keberhasilan dalam ujian akhir telah membangkinkan karakter siswa yang pembelajar. Kelompok katergori hijau mendapat perlakuan belajar untuk mendapatkan keunggulan tertinggi yang paling mungkin mereka raih, kelompok kuning mendapatkan perlakuan belajar untuk meningkatkan pencapaiannya, dan kelompok merah mendapat peringatan untuk belajar lebih bersungguh-sungguh..
Beda perlakuan telah meningkatkan kesadaran siswa untuk mendapatkan hasil terbaik dalam ujian. Oleh karena itu beda perlakuan tidak dipersepsikan sebagai bentuk diskriminasi, melainkan sebagai pemecahan dari masalah kebutuhan belajar yang berbeda.
Menurut pengalamannya, program ini dapat dijalankan dengan baik jika melalui empat langkah utama, yaitu:
- Sosialisasi
- Implementasi
- Analsis, reviuew, dan perbaikan berkelanjutan
- Penghargaan atas prestasi yang dicapai.
Dalam implementasi menurut pengalaman Syarifah memerlukan langkah yang berhati-hati, artinya memerlukan data yang akurat tentang (1) profil prestasi belajar siswa ( 2) target yang proporsional untuk tiap kelompok (3) bentuk intervensi belajar yang sesuai dengan kebutuhan tiap kelompok.
- Profiling students
- Target setting
- Intervention
Dalam intervensi pembelajaran, menurut pengalamannya perlu memperhatikan:
- Klasifikasi siswa yang dikategorikan kelompok hijau, kuning, dan merah.
- Refleksi diri siswa dan meningkatkan kebutuhan pelayanan belajar,
- Penentuan target setiap individu pada setiap mata pelajaran
- Menetapkan target bersama dalam tiap kelompok dengan focus orientasi pada pencapaian mutu hasil belajar.
- Mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran ekstra dari tiap kelompok untuk mencapai target tertinggi.
Menutup prsentasinya yang menarik, menurutnya, semua itu dapat berhasil jika semua warga sekolah konsisten dalam memperjuangkan targetnya. Yang lebih utama, kepala sekolah harus menjalankan perannya sebagai pemimpin pembelajaran yang tangguh.
Tentu kita tidak bisa menyatakan bahwa mungkin hal itu dapat mereka lakukan karena jumlah siswa pada sekolah mereka terbatas. Ternyata tidak, menurut keterangan mereka, pada tiap sekolah yang mereka kelola, tidak kurang dari 1200 siswa. Jadi, betapa banyak data yang mereka olah. Semua bisa lebih mudah karena mereka menggunakan teknologi.