Apa yang menyebabkan guru baik di sekolah ini menjadi baik? Pertanyaan itu pernah saya lontarkan kepada kepala sekolah ketika saya mendapatkan tugas menilai kinerja kepala sekolah. Jawabannya ternyata sangat beragam. Lalu, pertanyaan saya sederhanakan, siapa di antara guru sekolah ini yang paling baik? Saya memperoleh jawaban namun informasinya tidak berbasis data supervisi kelas.Masalahnya adalah mengapa kepala sekolah harus mengajar, sementara mengenali guru potensial di sekolahnya tidak dapat dilakukan. Hingga saat ini, proses pengenalan guru pada umumnya tidak melalui pengamatan kinerja guru dalam kelas melainkan melalui penampilan pribadinya sehari-hari, tanggung jawabnya, cara berkomunikasi kepada siswa yang terpantau dalam aktivitas sehari-sehari, cara mempengaruhi siswa, kemampuan intelektualnya yang terepleksikan dalam prilaku profesionalnya sehari-hari di sekolah.
Kepala sekolah mengenali tingkat kecerdasan guru, cara berkomunikasi, kedisiplinan berpikir, sistematika pada umumnya melalui forum rapat. Keruntutan berpikirnya guru-guru tunjukkan dalam pertemuan atau rapat-rapat kerja di sekolah. Fakta yang diperoleh dari kegiatan seperti ini penting, namun lebih baik lagi jika setiap kepala sekolah mengetahui bukti-bukti lain yang menunjang mengapa seorang guru itu dinyatakan baik atau kurang baik dalam proses pembelajaran.
Jika pemahaman kepala sekolah digali lebih dalam tentang apa yang menyebabkan guru yang baik menjadi baik dalam kelas pada proses mengajar, saat ini jawaban sulit diperoleh. Masalahnya sederhana, sebagian besar kepala sekolah belum melaksanakan observasi secara mendalam terhadap prilaku profesional guru dalam kelas. Supervisi akademik secara umum belum terpenuhi sesuai dengan kriteria standar. Bahkan yang sudah melaksanakan supervisi biasanya terikat pada format ceklis yang digunakan secara masal sehingga pengumpulan data tidak fokus pada data yang sesungguhnya kepala sekolah ingin kumpulkan dalam pelaksanaan observasi.
Guru yang amat baik dalam kelas adalah guru yang mampu membangkitkan inspirasi siswa sehingga siswa belajar. Guru yang baik adalah guru yang dapat mendemostrasikan sesuatu sehingga membuat siswa memahaminya tidak hanya sebatas verbal, namun meningkat pemahaman karena terdapata bukti visual. Guru yang kurang kemampuannya adalah guru yang hingga kini hanya menerangkan. Siswa menguasai materi pelajaran karena guru pandai mengolah komunikasi verba.Guru yang sangat rendah mutunya adalah guru yang hanya bisa menyampaikan informasi secara lisan, ia sendiri bisa jadi kurang memahami materi yang disampaikannya. Dan, dengan cara itu, siswa belajar dengan cara mendengarkan.
Itulah sebabnya orang menyatakan bahwa saya dengar maka saya lupa … saya lihat maka sayaingat … saya coba maka saya mengerti. Guru yang inspiratif adalah guru yang ada atau tidak ada di sisi siswa selalu memdorong siswa belajar dengan tidak sekedar mendengaqr, namun memberi ruang yang luas untuk mencoba merumuskan pikiran, menyatakan pikiran, dan mengubah pikiran menjadi perbuatan dan karya.
Guru yang efektif dalam kelas adalah guru yang paling menguasi materi pelajaran. Ia pandai mengenali fakta, data, informasi yang sesuai dengan teori yang dijelaskannya. Indikator itu membuktikan pula bahwa guru menguasai prinsip-prinsip materi yang diajarkan. Pikirannya terstruktur sehingga materi yang dikuasainya menjadi isi pikirannya yang terstruktur secara sistematis. Ketika guru menjelaskan cara menerapkan teori atau prinsip, ia mengguanakan cara berpikir kritis dan logis. Ia pandai mencari contoh dari kehidupan nyata tentang prosedur penerapan teori dalam memcahkan berbagai masalah dan pandai merumuskan kesimpulan.
Kepala sekolah menguasai fakta yang menjadi bukti terpenuhi indikator kebaikan guru mengenali siswa sehingga tahu nama, orang tua, tingkat sosial ekonomi, prestasi belajar, bakat, minat, kesehatan atau pribadi siswa. Kepala sekolah tahun bahwa pemahaman guru mengenai pribadi siswa menjadi dasar pertimbangan untuk mementukan perlakukan belajar.
Kepala sekolah menganali tingkat penguasaan materi pelajaran oleh guru-gurunya. Menentukan indikator untuk mengukur kemampuan guru menguasi konsep dan prinsip ilmu pengetahuan mengenai mata pelajaran yang diampunya. Kepsek juga memahami bagaimana guru menggunakan data, fakta, informasi dalam menerapkan ilmu pengetahuan dalam berargumentasi atau menyusun kesimpulan sehingga terlihat pula kecakapan guru dalam memecahkan masalah.
Lebih dari itu guru yang baik memiliki kompetensi yang dapat ia tunjukkan dalam kelas sehingga dapat mendorong siswanya menguasi konsep dan prinsip ilmu pengetahuan yang guru sampaikan. Guru menggunakan data, fakta, informasi untuk mengembangkan kecakapan berpikir sistematis, ilmiah dan logis sehingga dapat menerangkan dan menerapkan ilmu pengetahuan. Guru mempasilitasi siswa membaca, menuliskan isi pikiran dan berargumentasi atau menyusun kesimpulan dan terampil menerapkan ilmu pengetahuannya untuk memecahkan masalah dan berkarya.
Kepala sekolah juga mengenai guru-guru yang pandai membuat pertanyaan sehingga kapasitas dan kapabelitas berpikir siswa berkembang. Di samping itu kepala sekolah mengenali cara guru berkomuniasi dan bekerja sama secara efektif dengan siswa, bahkan dapat menyusun instrumen evaluasi yang membuat siswa meningkatkan kapasitas belajarnya, berpikirnya, dan berkarya inovatif. Itulah guru yang inspiratif sehingga kepala sekolah menyatakan itulah guru yang baik.
Karena pemahamannya itu akhirnya kepala sekolah dapat menyatakan bahwa guru A-lah paling baik di sekolah kami. Argumentasinya jelas. Guru itu yang paling mengenali peserta didik, yang paling pandai menggunakan pengenalan peserta didiknya untuk mengembangkan strategi pemelajaran yang paling sesuai dengan kekbutuhan siswa, guru yang paling pandai berkomunikasi dan berinteraksi dengan siswa sehingga siswa mengembangkan potensi dirinya secara optimal.
Guru itulah yang paling baik karena paling menguasai materi palajaran dan paling pandai mengantarkan materi pelajaran. Kepandaiannya terlihat dari kemampuan untuk menyampaikan sedikit saja dan siswa menggali dan memperluas pengetahuannya secara mandiri, siswa tidak hanya menguasai materi pelajaran, namun belajar terus tentang bagaimana cara belajar.
Pekerjaan kepala sekolah untuk mendalami semua itu tidak mudah dan memerlukan waktu. Akan tetapi mengapa kepala sekolah harus mengajar juga. Bayangkan jika secara matematis kepala sekolah harus mengajar enam jam pelajaran dan di samping itu ia juga membina 50 guru. Maka, kepala sekolah mendapat beban tugas menyiapkan pelajaran yang volume pekerjaannya sama dengan menyiapkan 24 jam pelajaran, melaksanakan pelajaran, dan mengevaluasi setidaknya dua tau tiga rombongan belajar dan mengevaluasi kinerja 50 orang guru.
Belum lagi melaksanakan tugas manajerialnya. Wah, betapa beratnya tugas kepala sekolah di Indonesia jika harus menangani sumua itu. Dan, karena berat, maka kebijakan kepala sekolah sebagai tugas tambahan ternyata kurang terealisasikan secara efektif. Masalahnya adalah tepatkah kebijakakan yang menentukan kepala sekolah harus mengajar?
Semantara ini para pengambil kebijakan berargumen. Guru harus mengenali bagaimana cara mengajar yang efektif. Jika seseorang berhenti dari kepala sekolah harus kembali jadi guru. Itu sebabnya kepala sekolah harus mengajar. Argumentasi itu benar, namun tidak cukupkah pengalaman sebagai guru untuk dapat menjadi supervisor? Tidak cukupkah pengalaman sebagai guru untuk disela menjadi kepala sekolah yang dijejali pula dengan tugas supervisi untuk tetap menguasai kompetensi guru? Jawabannya kepala sekelah kecil kemungkinannya kehilangan kompetensi gurunya jika ia selalu melaksanakan tugas supervisinya.
Atas dasar berbagai pertimbangan banyak hal, kepala sekolah banyak yang tidak melaksanakan tugas mengajar dan tugas mensupervisi maka dalam sistem pendidikan pemerintah perlu menentukan pilihan. Karena tugas melaksanakan supervisi seluruh guru penting untuk memastikan bahwa perencanaan pembelajaran, proses pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran memenuhi standar dan sesuai dengan tujuan bagi kepala sekolah, maka tidakkah sebaiknya kepala sekolah tidak perlu dibebani tugas mengajar.
pelaksanaan pengukuran mutu dengan menggunakan instrumen untuk mengukur metode efektivitas struktur materi pelajaran, metode mengajar, alat peraga, teknik evalauasi masih sangat kurang, maka pengetahuan sebagaian sekolah mengenai efektivitas profesional guru masih sangat rendah.
Pastikan saja bahwa kepala sekolah sebagai pemimpin pembelajaran yang mampu dan sungguh-sungguh melakukan supervisi pembelajaran. Untuk itu diperlukan program peningkatan kompetensi kepala sekolah untuk melaksanakan suvisi, terkontrol untuk melakukannya dengan baik, dan dipastikan pula menggunakan hasil supervisi untuk meningkatkan perbaikan mutu pembelajaran secara berkelanjutan.
Oleh karna itu, tidakkah sebaiknya aturan kepala sekolah wajib mengajar dan mensupervisi ini diubah agar sistem pembinaan sekolah lebih pragmatis dengan cara memastikan secara lebih tegas bahwa seluruh proses pendidikan kita mengarah pada pencapaian target mutu lulusan. Dan, yang paling bertanggung jawab untuk memastikan adalah kepala sekolah yang didukung oleh para pengawas.
Sungguh pada saat ini pendidikan kita berada dalam posisi yang serba canggung. Kepala sekolah tetap diikat dengan tugas mengajar, namun tidak berjalan baik, dan yang seharusnya kepala sekolah dapat menjalankan tugas supervisi pun belum terkontrol. Jadi wajar kalau banyak keputusan yang dibuat untuk perbaikan pembelajaran tidak berdasarkan pengetahuan yang cukup mengenai fenomena belajar dalam kelas, melainkan atas dasar asumsi yang menggunakan pikiran seharusnya….seharusnya.
Jadi akhirnya kita bertanya benarkah kita sudah melakukan pengukuran pemenuhan standar? Apakah benar hasil pengukuran pemenuhan standar isi, proses, dan penilaian telah digunakan untuk memperbaiki mutu pembelaran? Jawabnnya sudah, tapi belum menjadi gerakan masif di seluruh sekolah. Jadi perbaikan yang selama ini berjalan masih banyak yang bergerak di seputar perbaikan berlandaskan asumsi dan opini.